Sabtu, 13 Juni 2015

tata busana

TATA BUSANA ATAU PARAMENTE
Tata busana juga dikenal dengan sebutan pakaian liturgi atau paramente. Gereja Perdana belum mengenal berbagai macam tata busana atau pakaian liturgi ini. Yang jelas untuk menghadiri perayaan liturgi orang-orang memakai pakaian pesta dan pantas. Dengan perubahan nasib Gereja pada zaman Kaisar Konstantinus pada abad ke-4, nasib klerus, khususnya uskup dan imam mendapat penghormatan tinggi. Seiring dengan naiknya kehormatan dan pamor mereka, klerus mendapat pakaian kebesaran yang biasa dikenakan para pegawai dan petinggi kekaisaran Romawi pada waktu itu. Mulailah pakaian-pakaian klerus diperindah dan beraneka ragam seperti jubah dan single besar (para uskup), stola, kasula, manipel, dan pallium. Baru pada abad ke-5 penggunaan pakaian itu secara resmi terjadi dalam liturgi, yaitu ketika pakaian orang laki-laki Romawi kuno, tunika, digunakan dalam liturgi. Pakaian liturgi itu dalam sejarah mengalami perkembangan dan perubahan hingga hari ini, sebagaimana mode pakaian pada umumnya yang juga terus berubah.
Makna pakaian liturgi ialah pertama untuk menampilkan dan mengungkapkan aneka fungsi dan tugas pelayanan yang sedang dilaksanakan. Kedua pakaian liturgi menonjolkan sifat meriah pesta perayaan liturgi. Dan, makna pakaian liturgi yang ketiga ialah untuk melambangkan kehadiran Yesus Kristus, subjek dan pemimpin utama liturgi Kristen. Penggunaan pakaian liturgi menunjukkan bahwa si pemakai hanya menjadi simbol dari apa yang tidak kelihatan, yakni kepemimpinan dan fungsi Yesus Kristus, Sang Imam Agung Perjanjian Baru.
Sumber: Buku Liturgi Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Emmanuel Martasudjita, Pr.)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar