TATA BUSANA ATAU PARAMENTE
Tata busana juga dikenal
dengan sebutan pakaian liturgi atau paramente. Gereja Perdana belum mengenal
berbagai macam tata busana atau pakaian liturgi ini. Yang jelas untuk
menghadiri perayaan liturgi orang-orang memakai pakaian pesta dan pantas.
Dengan perubahan nasib Gereja pada zaman Kaisar Konstantinus pada abad ke-4,
nasib klerus, khususnya uskup dan imam mendapat penghormatan tinggi. Seiring
dengan naiknya kehormatan dan pamor mereka, klerus mendapat pakaian kebesaran yang biasa dikenakan para
pegawai dan petinggi kekaisaran Romawi pada waktu itu. Mulailah pakaian-pakaian
klerus diperindah dan beraneka ragam seperti jubah dan single besar (para
uskup), stola, kasula, manipel, dan pallium. Baru pada abad ke-5 penggunaan pakaian
itu secara resmi terjadi dalam liturgi, yaitu ketika pakaian orang laki-laki
Romawi kuno, tunika, digunakan dalam liturgi. Pakaian liturgi itu dalam sejarah
mengalami perkembangan dan perubahan hingga hari ini, sebagaimana mode pakaian
pada umumnya yang juga terus berubah.
Makna pakaian liturgi ialah pertama
untuk menampilkan dan mengungkapkan aneka fungsi dan tugas pelayanan yang
sedang dilaksanakan. Kedua pakaian liturgi menonjolkan sifat meriah pesta
perayaan liturgi. Dan, makna pakaian liturgi yang ketiga ialah untuk
melambangkan kehadiran Yesus Kristus, subjek dan pemimpin utama liturgi
Kristen. Penggunaan pakaian liturgi menunjukkan bahwa si pemakai hanya menjadi
simbol dari apa yang tidak kelihatan, yakni kepemimpinan dan fungsi Yesus
Kristus, Sang Imam Agung Perjanjian Baru.
Sumber: Buku Liturgi
Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Emmanuel Martasudjita, Pr.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar